Kalau kata orang
sih ya, gak akan ada asap kalau gak ada apinya. Nah begitu juga dengan hobi,
pasti ada latar belakang orang punya minat tertentu terhadap sesuatu. Kalau
melihat sejarah keluarga, sebetulnya gak ada satupun yang mewarisi hobi
membaca. Emak sama Babeh gak pernah tuh ngasih stimulus tertentu ke
anak-anaknya supaya punya hobi baca buku.
Tapi, waktu
jaman sekolah dulu babeh yang peduli banget sama pendidikan anak-anaknya setiap
tahun ajaran baru selalu ngajak anak-anaknya ke toko buku buat beli buku
pelajaran. Meski keluarga kami sederhana, babeh selalu mengutamakan segala hal
yang menunjang pendidikan anak-anaknya, termasuk menyediakan buku pelajaran
yang tidak disediakan sekolah.
And you know
what? Gue ngerasa jadi anak paling pinter disekolah karena LKS gue selalu
terisi karena adanya buku-buku refrensi yang lebih lengkap daripada LKS atau
buku paket sekolah. Dari situ gue mulai tertarik sama buku.
Ketertarikan gue
sama buku pun berkembang ke buku-buku cerita. Gue selalu gak sabar menanti
datangnya hari kamis. Kenapa kamis? Karena kamis adalah jadwal perpustakaan
sekolah dibuka. Kalau dunia SD gue sekritis sekarang, mungkin akan keluar
argumen “Ngapain bikin perpustakaan sekolah kalau gak dibuka. Perpustakaan Cuma
sebagai hiasan kalau ada kunjungan dari Dinas Pendidikan. Itu Perpus apa
pajangan?” hihihi
Tapi ya nyatanya
meski dibuka hanya seminggu sekali, gak mengurangi antusias gue buat minjem buku-buku
kumpulan cerita rakyat.
Sejak itu gue
suka baca terutama karya-karya fiksi. Di masa SMP gue juga suka baca cerpen di
majalah remaja, mulai nulis juga cerpen untuk dikirim. Tapi baru sekali kirim,
ditolak, nyerah. Akhirnya lebih milih nulis di buku tulis, di baca dan di
apresiasi teman-teman SMP sampai mendapat perhatian khusus dari guru pengawan
UN karena asyik nulis cerpen di kertas buram matematika di tengah ujian hahaha.
Mulai SMA masih
suka berkhayal dengan nulis cerpen sendiri, masih dibaca dan di apresiasi
teman-teman yang gak suka baca jadi suka baca. Bahkan sampai diberi kepercayaan
sama guru bahasa indonesia buat ikut lomba dan jadi pimred mading sekolah.
Eeeeeh...
ternyata besar juga ya efek suka membaca gue. Padahal baru sampai SMA loh,
belum sampai usia kepala dua, berumah tangga, sampai akan punya anak. Hahaha...
Waktu di SMA gue
memutuskan hijrah, pakai jilbab. Dan mendalami Islam secara mandiri. Waktu itu
yang jadi “penolong” adalah sebuah toko buku kecil bernama At-Taufiq. Buku-buku
yang dijual adalah buku-buku islam. Cerpen-cerpen yang kebanyakan ditulis oleh
kader-kader Organisasi kepenulisan bernama FLP (Forum Lingkar Pena). Di toko
buku ini juga akhirnya gue ketemu sama orang yang jadi temen gila-gilaan
bareng, temen malam mingguan (dikala kami masih sama-sama jomblo), temen
nonton, temen touring (meski Cuma sampe bogor), temen curhat (udeh pasti),
sampe temen jatuh dari motor kwkwkwkw.
Sebut saja
namanya Ben, dari nama penanya Bening Sanubari.
Si Ben ini juga
yang memperkenalkan gue sama organisasi FLP. Kami pun sama-sama aktif di FLP
Depok, dan sama-sama terlibat aktif mengelola taman bacaannya.
Gue yang waktu
itu “salah masuk jurusan” pas kuliah, merasa menemukan titik terang dalam hidup
ini. Bahwa jika kita khusnudhan sama
Allah gak ada satupun yang salah. Karena ternyata salah masuk jurusan plus
mengelola taman bacaan seperti benang merah yang saling mengait. Karena dua
faktor ini gue nemu apa yang jadi passion gue, apa yang jadi tujuan hidup gue,
dan apa yang gue harus lakukan untuk hidup menjadi orang yang bermanfaat.
Sejak mengelola
Taman Bacaan Masyarakat Rumah Cahaya FLP Depok, gue gak cuma mengelola tapi gue
menemukan passion gue ke anak-anak. Sebetulnya sih gue agak terprovokasi sama
tulisan Tere Liye yang seringkali menyebutkan bahwa “anak-anak menyimpan masa
depan yang lebih baik” jika sejak kecil sudah ada yang bertanggung jawab
memfasilitasi mereka dengan lingkungan yang baik.
Sekarang orang
banyak ngeluh tentang pemerintah, tentang temannya, tentang lingkungannya dsb. Tapi
sedikit sekali orang yang bergerak merubah keadaan. Menurut gue kalau udah
terlanjur besar sih ya, alot juga merubah orang hehehe. So mending mengarahkan
anak-anak agar dewasanya tidak tumbuh jadi orang yang “nyebelin”.
Lewat taman
bacaan gue bermaksud memfasilitasi anak-anak yang ortunya gak sanggup beliin
buku yang katanya mahal. Mamfasilitasi anak ruang bermain dan belajar. Dan
karena mereka akhirnya gue jadi pendongeng. Karena mengarahkan mereka lewat
bercerita lebih efektif daripada ngomel-ngomel.
Setelah menikah
dan diboyong suami ke pulau seberang, gak ada yang lebih gue inginkan selain
membuka taman bacaan dirumah. Buku-buku koleksi gue yang di Jakarta diboyong ke
Banjarmasin. Jumlahnya ada sekitar lima ratusan. Bukunya beragam, mulai dari penerbit umum sampai Penerbit Buku Perempuan. Selain ingin buka taman
bacaan, alasan lain gue boyong itu buku adalah karena orang rumah kurang minat
sama buku. Hampir ajah itu buku diloakin, atau rusak dimakan rayap.
Yang bikin
tambah seneng dan semangat adalah karena suami juga dukung. Karena target utama
adalah anak-anak dan akan segera hadir si buah hati, maka gue mulai nyicil beli
buku anak. Agak sedih sih karena harga buku di luar pulau jawa jelas berbeda.
Tapi rupanya ada kawan-kawan FB yang kece hobi jual buku murce (murah ceria).
Pengen rasanya
lebih bijak mengatur pengeluaran rumah tangga. Supaya bisa menganggarkan lima
ratus ribu tiap bulan buat belanja buku. Sementara sih masih dua ratus ribu
paling mentok. Tapi itu juga udah bersyukur.
Karena dalam
kondisi berbadan dua, keinginan launching Taman Bacaan berjalan sangat lambat.
Maklum, bumil dikit-dikit capek soalnya. Dan urusan launching ini pengennya gak
sekedar launching. Setiap bulan mau ada dongeng bulanan, supaya menstimulus
masyarakat untuk datang ke Taman Bacaan. Pengen urus izin ke Dinas Pendidikan
supaya kalau ada kegiatan terkait literasi bisa dapet info. Pengen terdata
secara baik koleksi buku-bukunya supaya lebih rapi administrasinya. Pengennya banyak,
tapi belum ada yang bantu hehehe...
So santai
saja...
Tapi semoga ini bukan hanya mimpi yang bertepuk sebelah tangan. Besar harapan masyarakat menyambut baik dan ikut terlibat. Sehingga generasi kita akan tumbuh menjadi generasi yang gemar membaca. Doakan ya TBM Kamar Buku Si Edu bisa segera launching.... :)
Meskipun buku udah lima ratusan. Tapi masih terus berupaya menambah koleksi, misalnya buku-buku dari Stilletto Book. Selain anak-anak, nantinya TBM ini juga maunya di ramaikan sama ibu-ibu. Mau di ajak Nge-craft bareng supaya bisa nambah skill.
Nama Lengkap: Siska Puspitasari
Facebook : De Pita
Email : dongengkakpita@gmail.com atau dongengsiedu@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar