Follow Us @curhatdecom

Kamis, 24 November 2016

Wow Sekarang kamu Modis. Kemana Hijab Lebarmu?

19.49.00 10 Comments
Disclaimer: Tulisan ini gak ada maksud untuk menyudutkan pihak manapun. Ini murni kisah gue pribadi tentang pasang surutnya Iman gue. Juga tentang kisah pencarian jati diri dari seorang "Gue".




Beberapa waktu lalu suami gue "ngomongin" temannya. Dia merasa "bingung" kenapa temannya itu dulu berhijab rapat sekarang tampil modis bahkan 'seksi' dengan hijabnya. Bahkan pandangannya terhadap Islam yang dulunya militan sekarang jadi semacam 'seadanya' (duh maaf banyak tanda petik, gue bingung ngungkapin dengan kata-kata yang tepat).

Well gak ada maksud menggurui, apalagi gibah tentang doi. Karena pembicaraan itu cukup sampai disitu. Tapi gak dengan gue, karena akhirnya gue berasa flash back kek di pelem-pelem gitu. Gue jadi teringat masa-masa pertama kali akhirnya memutuskan berhijab.

Yes, gue TAU perintah Allah kepada muslimah untuk berhijab sejak SD kelas 6. Waktu itu kakak perempuan gue yang nomor dua sudah lebih dulu berhijab saat masih SMA dan mulai aktif di kegiatan Rohis. Dan kayaknya sih orang pertama yang jadi ladang dakwah doi itu ya adik perempuan satu-satunya ini. Gue yang emang selalu exited dengan hal-hal baru merasa gue juga harus bergerak biar kekinian. Apalagi gue udeh baligh saat duduk di bangku kelas 5. Maka keputusan pakai hijab akan gue mulai saat SMP. Terlaksana? Gak sih, soalnya ternyata waktu daftar sekolah emak sama babeh keburu pesan lengan pendek semua. Ya udah deh di undur lagi ajah keinginan berhijab. Lah bisa gitu? Ya namanya juga ABG dengan pemahaman yang masih sepermukaan air itu.

Gue lulus SMP dengan membawa catatan hitam yang lumayan bikin malu keluarga karena salah pergaulan. Sampai akhirnya gue di kasih pilihan mau masuk Pesantren atau masuk SMK. Jaman itu sih ya, boro-boro solat ngaji ajah gak pernah. Belum lagi ada anak pindahan dari pesantren yang bawa cerita horor. Yang katanya kalau di pesantren setiap hari ada uji nyali. Setiap hari di kasih lihat penampakan hantu. Trus klo lagi berantem gak kayak ABG di sinetron yang maen dorong-dorongan. Tapi kalau berantem mereka kirim-kiriman bola api. Malah gue di kasih tahu bacaan dari Al Qur'an yang bisa bikin kita punya jin peliharaan. What?! Gimana gak horor tuh? Tapi setelah paham konsep pesantren beberapa tahun kemudian gue yakin doi cuma lebay biar di cap keren sama temen-temen barunya atau emang pesantrennya abal-abal makanya doi di pindah ke sekolah umum.

Akhirnya gue putuskan masuk SMK deh. Nah kisah hijrah gue akhirnya dimulai di masa putih abu-abu ini. Eciiieeee...

Gue pakai hijab tepatnya kelas 1 semester 2 (kalau gak salah). Waktu itu ceritanya gue naksir kakak kelas gue (tapi dianya enggak! Ngenes!). Nah kalau anak SMK gitu kan ada masa-masa PKL (Praktek Kerja Lapangan). Doi gak tanggung-tanggung di kirim PKL nya ke Malaysia bo! Dan gue untuk menunjukkan ke doi bahwa gue setia, gue putuskan pakai hijab (dulu nyebutnya masih jilbab). Why? Soalnya kalau pakai hijab gak boleh pacaran. Ada temen gue anak rohis sampai di sidang sama senior gara-gara pacaran. Dengan pakai hijab gue gak mau di pacarin. Gue cuma nunggu doi ajah sampai balik.
Jangan Tanya Kenapa Gue Foto di Toilet (gue juga gak tau kenapa)

Tapi konyol sih alasan gue. Lah trus kalau doi pulang doi boleh gitu macarin gue? Atau gue harus lepas hijab gitu agar doi bisa macarin gue? Yang lebih penting, emang siapa yang mau macarin gue? Kepedean abis! kwkwkw

Lanjut dulu ah...

Akhirnya gue putuskan berhijab. Pakai hijab lungsuran kakak gue. Awalnya hijabnya pendek ajah. Dan bisa di bilang ajaib kali yak. Soalnya gue emang dasar kepedean atau pegimane gitu, gue saking cintanya sama dasi sekolah yang mana pada waktu itu banyak di remeh temeh sama temen-temen gue tetep gue pake meski pakai jilbab. Padahal ada beberapa teman yang sengaja pakai seragam muslim biar gak usah pakai dasi. Cuma gue deh yang pada saat itu pakai hijab di masukin ke dalam kemeja sekolah, kemeja sekolah masuk kedalam rok, tetep pakai iket pinggang yang lebar, trus tetep pake dasi. Kata temen-temen gue "AJAIB" kwkwkw.
Setiap wanita ingin terlihat cantik

Trus seiring berjalannya waktu (tsaaaaah) gue lihat kok temen-temen rohis terlihat cantik dan anggun dengan hijab panjangnya. Kakak perempuan gue juga memulai dengan hijab panjangnya. Trus gue mikir juga, kalau gue berhijab panjang jika suatu saat gue "tersesat" setidaknya gue gak boleh sampai lepas hijab. Kalau hijab gue pendek jangan-jangan suatu saat gue punya pikiran "lepas ajah deh, masih pendek ini". Setidaknya kalau panjang dan gue suatu saat tersesat mungkin yang terjadi gue hanya akan memendekkannya saja.

Gue berasa jadi tukang ramal karena ternyata prediksi gue tepat.

Waktu SMA sih gue emang berasa kontroversi hati gitu. Hijab lebar gue membawa gue ke teman-teman Rohis. Tapi kecintaan gue terhadap musik dan kesenian belum bisa gue lepas. Gue masih aktif nyinden di ekskul Lenong Gambang Kromong sekolah. Tampil dari panggung ke panggung. Dan tatapan aneh terus gue rasakan karena kok ada sinden yang berhijab lebar? Suara itu aurat jeng...

Jangankan nyanyi, suara gue yang udeh kayak Toa ajah sering jadi bahan omongan. Gak cuma nyanyi loh, pengalaman yang gak kalah spektakuler buat gue adalah jadi pemimpin upacara hampir di tiap upacara sekolah. SMK gue minim cowo, dan kebanyakan anak cowo itu kan paling males disuruh jadi petugas. Meski gue udeh ngumpet di barisan kakak kelas atau adik kelas entah kenapa senior Paskibra sekolah selalu tahu posisi gue. Kayak punya radar gitu.

Punya suara toa dengan basic baris berbaris yang bisa di bilang bagus karena aktif di OSIS dari jaman SMP mau gak mau deh. Dan serius aneh tau di tengah lapangan teriak-teriak dengan jilbab yang ikutan berkibar kek bendera yang siap di kerek (hijab gue waktu itu sampe betis).

Dan sejak masuk Rohis niat gue berhijab mulai di luruskan lagi (dan gue berasa jadi PR besar buat senior Rohis yang suka geleng-geleng kepala liat kelakuan gue hihi). Bukan karena cowok tapi karena Allah. Karena berhijab memang kewajiban muslimah, sama wajibnya dengan Solat. Bukan karena panggilan hati. Gak percaya? Yuk buka lagi Al-Qur'an...Tapi gue sadar 100% kalau gue ngerasa kuraaaaaaang banget ilmu agama. Dan keputusan gue gak masuk pesantren menyisakan penyesalan yang 50:50, alias nyesel gak nyesel. Kalau jadi masuk pesantren mungkin gue berhijab tapi hijab yang di paksakan. Entah Allah kasih hidayah yang sama atau gak. Dan karena merasa kurang itu gue putuskan ke KUA (Kuliah Urusan Agama) alias pilih kampus yang Islami gitu.
eh ternyata masih ke save foto inagurasi nya hihi (jangan tanya kenapa gue kurus plis)

Dikampus ini gue kira akan menemukan secercah harapan. Gue akan bertemu orang-orang salih yang bisa membawa gue ke jalan yang lebih baik (ngarep juga dapet suami ustadz kwkwkw). Tapi ternyata di kampus ini gue justru menjadi BSH (Barisan Sakit Hati).

Dimulai dari inagurasi memasuki Organisasi kampus yang sejalan dengan Rohis Sekolah. Gue yang emang hapalan pas-pasan "dipaksa" mengikuti games. Jadi Gamesnya gue berjalan ala permainan ular naga gitu dengan mata di tutup slayer. Ehm... dan gue agak curang. Karena slayer gue gak tebel-tebel amat sih. Nah di games itu ceritanya ada games hapalan berantai. Setiap orang membacakan satu ayat, dan setiap berhenti di gue ayat itu berhenti.

Tau gak apa yang di lakukan para senior akhwat itu? Mereka sok-sokan marah "Ya Ampun dek gitu ajah gak bisa" ala-ala osis sekolah. Bagi gue sih lagu lama yak, gue jaman SMK malah bisa lebih galak dari mereka. Cuma yang gue gak habis pikir mereka tuh ketawa-ketawa gitu. Iya oke Gue B**o (sori gak biasa ngomong kasar, kalaupun pernah sebisa mungkin cuma dalam hati ajah). Tapi ini yang kalian sebut Ukhuwah? Gile pedih amat rasanya.

Belum lagi punya temen asrama satu lorong, satu fakultas, satu angkatan cuma beda jurusan yang sama-sama di organisasi itu. Bo, kalau ketemu di lorong ketusnya minta ampun. Gue gak pernah di sapa, tapi kalau di kampus lagi bareng temen-temen Jilbabernya baru deh gue di sapa "Eh Pita apa kabar?" di lanjut cipika cipiki. Waktu itu dalam hati gue teriak "Amiiiiit..." eh sekarang mah dah slow ajah sih. Gue anggep orang-orang yang gak tulus gitu cuma opnum. Jangan salahkan jilbabnya. Dengan atau tanpa akhlak tercela bukan salah jilbabnya. Tapi memang salah pribadinya yang memang "kurang tulus" gitu ajah hihihi.
Mulai manjangin jilbab lagi
Salah satu alasan memilih masuk organisasi itu pun karena ternyata di kampus bertebaran banyak aliran dan organisasi politik yang bagi gue "jahat" (gue kurang suka politik). Jadi bagi gue lebih aman pilih organisasi yang kurang lebih sama dengan Rohis sekolah. Walah akhirnya karena kecewa dengan ikhwah gue memutuskan mundur dan mencari kegiatan baru sesuai passion gue. Dan gue bergabung dengan Paduan Suara (asli kontroversi banget yak hihi).

Nah kampus gue pada waktu itu gak sama masanya dengan kakak gue yang dulunya juga kuliah disitu. Dulu mah pakaiannya ala-ala santri semua. Pas jaman gue beugh udeh kayak Festival Fashion Week deh tiap hari. Apalagi trend berhijab mulai macem-macem. 

Karena memutuskan masuk paduan suara, gue pun tergoda untuk pakai hijab yang di hias-hias. Tapi prinsip gue satu "Tetap menutup Dada" (nah kan prediksi gue bener). Selain biar gak aneh ada jilbaber kok paduan suara, gue juga pengen kelihatan modis. Wajarlah gue kan cewek hehehe.


Dulu suka di protes kalau gak mau "lilit" hijab karena kelihatan dada. Makanya gue pengen jadi Conductor karena kostumnya bisa beda sendiri dan menyesuaikan (dan gak perlu nyanyi) 

Tapi cerita terus berjalan, perjalanan di paduan suara pun ternyata menyisakan sesak patah hati, kehilangan sahabat karena cinta, juga karena merasa gak di anggap karena gue kalah cantik kwkwkw. Impian jadi conductor berasa kaTryak di rampas gitu ajah. Gue pun keluar dan memilih asyik di radio kampus.

Dari situlah gue mulai banyak merenungi perjalanan hijrah gue yang luar biasa jatuh bangun, sendiri. Eh gak sendiri juga sih, ada satu orang sahabat yang udeh jadi tempat curhat gue dari A-Z. Dan sampe detik ini meski terpisah pulau gue kita tetap berhubungan. Sampe sering gue culik buat nemenin gue curhat sampe nonton atau malam mingguan ala-ala jomblowati kwkwkw.

Salah satu goal pemikiran gue itu adalah dengan model hijab yang aneh-aneh. Kadang sampe di lilit-lilit dan pentul selusin juga gak cukup. Malah saking anehnya ada Jipon. Jilbab tapi tetep poinia, laaaah yang di tutupin apanya.

Gue ngerasa kayak di tampar gitu. Susah-susah gue dapat hidayah agar berberhijab secara syar'i. Tapi kenapa akhirnya gue berpaling cuma karena mau terlihat cantik. Apalagi gue galau juga bolak balik patah hati (eh gak sering sih soalnya gue setia alias susah move on) dan jomblowati abadi. Lah trus kapan gue punya pacar dan nikah. Eh tapi kan nikah gak mesti dari pacaran.

Apakah akhirnya gue bisa mempertahankan hijab lebar gue? Gak juga sih hehehe. Karena ternyata gue kembali tergoda untuk tampil modis alias dengan gaya hijab kekinian. Sampai akhirnya gue bertemu jodoh gue.

Setelah menikah pelan-pelan gue kembali merapihkan penampilan. Suami memang bukan dari barisan pergerakan yang menuntut istrinya rapi dengan hijab syar'i. Malah pertama kali ketemu suami gue yang sempet galau pakai baju apa (biasalah mau pencitraan) akhirnya memilih to be my self ajah.
Percaya atau gak ini foto yang gue lampirkan di proposal ta'aruf kwkwkwx

Tapi entah kenapa sekarang memang lebih memilih tampil "rapi" dan gue nyaman, terutama suami ridho. Kadang gue suka tanya suami "Kalau aku pakai baju ini boleh gak" atau "Bagus gak" suka di jawab terserah. Tapi sering juga dia memberi pandangan mana yang lebih baik. Suami cuma minta hijab yang rapi tertutup dan tidak membentuk tubuh. Simple!

Sementara ilmu kami belum sampai ke pemahaman tentang cadar. Bukan tidak mungkin suatu saat gue di suruh cadaran sama suami. Ya gak papa juga sih, asalkan gue udah siap. Karena sifatnya yang tidak wajib jadi masih banyak pertimbangan. Lain halnya kalau wajib, gak usah nimbang-nimbang langsung laksanakan GRAK!

Yak, itulah sekelumit kisah tentang perjalanan hijrah gue. Apapun bentuk hijab kita saat ini itu keputusan kita. Hidup ini hanya soal pilihan kok. Makanya Allah siapkan surga dan neraka. Selama di dunia kita berproses untuk menentukan kemana kita mempertanggungjawabkan pilihan itu semua...

Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka dan ….(QS. An-Nur : 31)

Selasa, 22 November 2016

Tips Mengatur Biaya Pengeluaran Popok Bayi

16.26.00 7 Comments

Pagi ini sampah kembali menumpuk. Di antara plastik-plastik tersebut berisi Pospak (Popok Sekali Pakai) sisa Umaro. Pernah iseng menghitung-hitung pengeluaran umaro khusus untuk penggunaan Pospak ini. Kalau di turutin ideal (5 jam sekali ganti) sehari bisa 4-5 kali ganti. Kebutuhan sebulan berarti 150pcs pospak. Yang kalau di Banjarmasin Pospak paling murah satuannya Rp 1600 berarti pengeluaran khusus untuk pospak sebulan adalah Rp 240.000,- dan per tahun Rp 2-3 juta.

Tapi bukan sekedar angka-angka sih yang gue pikirin. Mikir juga itu sampah isi pospak kasihan juga sih sama tukang sampah yang mendapati sampah berupa “kotoran”. Trus belum lagi suami juga pernah share tentang penguraian sampah Pospak yang membutuhkan waktu lama banget.

Tapi pasti hal mendasar di kepala emak-emak dalam menentukan popok anak adalah “HEMAT” hehehe. Tapi jelas kalau yang hemat ternyata tidak nyaman buat anak pasti emak-emak juga akan berpikir ulang kan.

Alhamdulillah Umaro gak mesti merk tertentu Pospaknya :D

Sejak umaro lahir, di rumah sakit kami menggunakan Pospak yang disediakan RS dengan jumlah terbatas. Karena mikir juga sih kalau bawa popok kain for newborn gimana cara cucinya? Dan karena Umaro harus rawat inap lebih lama serta memang newborn sering Pup jadinya harus beli pospak sendiri. Setelah keluar rumah sakit baru deh di rumah pakai popok kain, dan baru pakai pospak kalau keluar. “Loh emang Umaro waktu newborn udeh kemana?” hihihi Umaro udah banyak jalan-jalan dari newborn sampai sekarang.

Sebelum Umaro lahir sebetulnya gue udah nyetok Clodi (Cloth Diapers). Secara harfiah artinya popok kain juga sih. Tapi bentuknya gak seperti popok kain yang untuk newborn itu loh. Yang ini tebel, ada insertnya tapi waterproof. Bundaro Umaro dulu aktifis lingkungan hidup, jadi suka kebawa dengan semangat Go Green hehehe. Pengennya sih kayak orangtua jaman dulu gitu loh, pakai celana biasa. Tapi Hayati lelah Bang kalau di suruh bolak balik nyuci popok, seprei atau ngepel karena si Baby pipis dimana-mana hihihi.

Clodi yang ada kancingnya ini bisa di sesuaikan dengan size bayi :D

Kekurangan Clodi ini kalau kelamaan bau pesing ciiin. Trus kalau kepenuhan berat dan emang pada akhirnya rembes meski waterproof. Sedangkan kalau malam kami bertiga (Ayahro, Umaro, dan Bundaro) tidur udeh kayak kebo kwkwkw. Trus kalau bepergian gak praktis ajah sih bawa-bawa clodi “kotor” hehehe. So akhirnya di mix deh. Dan agar pengeluaran gak bengkak ini tips ala-ala Bundaro:

Beli Dalam Jumlah Banyak
Nah kalau beli Pospak sebaiknya jangan beli yang isinya sedikit-sedikit. Beli sekalian yang isinya banyak karena harganya jauh lebih murah. Tapi kalau mau coba khawatir gak cocok bisa beli kemasan paling kecil atau sachet dulu.

Beli Online
Nah ini kemaren gue terapkan pas mudik. Males bawa Pospak dari sini ke Jakarta, jadi mending gue pesan online memanfaatkan juga promo free ongkir hehehe. Eh tapi emang entah kenapa beli online di e-comers kok ya pada murah-murah ya. Tapi pastikan tanggal kadaluarsanya ya, dan cari penjual yang memang track record nya bagus.

Beli di Pasar Tradisional
Beli pospak gak mesti di pasar modern atau swalayan kok. “Tapi kan Pit di swalayan sering ada promo.” Di pasar pun juga sering ada promo, serius deh. Gue kemaren iseng sih nyoba pas ke pasar tradisional pas pospak Umaro habis. Tanya-tanya sepuas hati, malah minta di itungin harga per Pcsnya hehehe. Dan penjualnya kadang menawarkan produk yang lagi promo. Karena emang kalau promo biasanya dari supliernya bukan sekedar diskon Toko. Jadi kalau di swalayan lagi promo, di pasar tradisional juga ada kemungkinan promo. Atau bisa juga sih beli di Toko susu atau perlengkapan Bayi. Tapi kalau di Pasar kan bisa sekalian belanja kebutuhan dapur hehehe.

Enaknya Clodi bisa sekalian buat celana renang. Eh tapi Insertnya di lepas dulu yak :D

Mix dengan Clodi

Nah itu dia tips dari Gue mengatur pengeluaran popok. Karena di mix dengan Clodi, lumayan lah ya jadi butuh Pospaknya Cuma 1pcs/hari. Jadi sebulan sekitar 30-35 pcs. Pengeluaran gak bengkak-bengkak amat. Insya Allah Flat sampe Umaro punya adik karena Clodi nya bisa di wariskan hehehe.

Kamis, 03 November 2016

Suamiku Kutitipkan Nafkah Keluarga Padamu

09.51.00 6 Comments

Sebelum gue mulai curhat, gue mau sampaikan dulu bahwa tulisan ini gak di maksudkan memojokkan isteri dari dari sudut pandang manapun. Mau jadi full wife (full Mother) atau disambi sebagai wanita karir itu pilihan masing-masing ya. Dalam pandangan gue, posisi paling ideal buat diri gue sendiri adalah menjalani peran full wife and full Mom.

Gue bukan belum pernah jadi wanita karir loh. Gue tahu kenikmatan memiliki penghasilan sendiri. Rasanya bebas mau diapain itu duit. Namun sejak ikut suami merantau, bagi gue kehidupan bener-bener kayak pertamax yang dimulai dari nol.
Dari sini langkah sebagai "Kita" dimulai...

Dulu di Jakarta karir sebagai pendongeng lumayan lah bisa buat menghidupi dan melayani gaya hidup ala ibu kota. Di tempat yang baru ini, semula gue kira akan tetap bisa beraktifitas sebagai pendongeng. Tapi rupanya minat dongeng disini tidak seantusias di Jakarta terutama untuk fee nya. Belum lagi sekarang ada si Umaro yang gue ngerasa gak rela melewatkan moment-moment tumbuh kembangnya.
Mana rela ngelewatin moment kayak gini...

Gue mau jadi orang yang bercerita tentang tiap perkembangannya, bukan orang yang mendengar cerita tersebut dari orang lain. Tapi asli loh, kangen rasanya punya penghasilan sendiri. Bisa jajan tanpa beban, bisa ngasih orangtua, bisa untuk tabungan pribadi (emang loe bisa nabung pit? hihihi)

Sampai akhirnya gue minta langsung sama Yang Maha Pemberi. "Ya Allah berikanlah kami rezeki yang halal dan berkah." Dalam doa tersebut memang gue gak menjabarkan secara deskripsi rezeki yang seperti apa. Gue cuma ngebayangin adanya tawaran-tawaran dongeng dari perusahaan lokal di sini hihi.

Selama beberapa waktu "harapan" versi gue tidak terwujud. Sampai akhirnya sebulan kemudian suami memberi kabar bahwa SK pengangkatan dari staf menjadi menejer yang di tunggu-tunggu selama tiga tahun akhirnya turun. Selama 3 tahun suami sudah menjalankan tugas sebagai menejer tapi tanpa SK. Sehingga tidak ada yang berubah selain tanggung jawab pekerjaannya.

Tentu saja dengan adanya SK ini, selain status golongan yang berubah ada juga perubahan pada gaji yang alhamdulillah lumayan.

Saat itu gue langsung ngerasa kayak di tampar loh. Kenapa? Sebab gue sempat "marah" kepada Allah. 'Kenapa doaku tidak dikabulkan?' 

Saat suami menyampaikan berita gembira itu gue langsung teringat isi ceramah yang isinya "Tidak ada doa yang tidak dikabulkan oleh Allah. Jika memang doa itu tidak terwujud sebagaimana yang kita inginkan jawabannya hanya dua. Pertama belum waktunya, kedua bisa jadi karena menurut Allah jika terkabul harapan itu tidak membawa kebaikan bagi diri kita. Jadi teruslah ber husnudhan kepada Allah."
kapan dongeng lagi ya?

Jleb...jleb...jleb... padahal itu isi ceramah gue denger udah lama banget. Kenapa tiba-tiba bisa inget di moment yang tepat? Ya mungkin itu cara Allah mengingatkan hambanya yang khilaf ya.

Kejadian itupun membuat gue berpikir kembali. Mau kerja buat apa? Memenuhi kebutuhan atau keinginan? Kebutuhan dunia semata atau kebutuhan akhirat? Kerja biar bisa punya rumah biar gak ngontrak, apakah ada larangan dalam Islam untuk ngontrak? Yang ada larangan untuk menjauhi Riba (membeli rumah dengan cara kredit KPR. Astagfirullah semoga gue dan suami bisa segera melunasinya).

Kerja biar bisa punya mobil biar gak kehujanan di jalan, memangnya dalam Islam wajib punya mobil? Yang wajib itu kalau punya uang adalah pergi Haji. Dan seterusnya... dan seterusnya...

Dalam hati gue memaki diri sendiri:

"Pit, dunia ini gak akan habis di kejar. Tanggung jawab loe bukan ngasih Umaro tempat tinggal mewah, fasilitas lengkap, mobil yang nyaman, liburan ala artis dst... dst... Tanggung jawab loe ke anak kecil yang brojol dari rahim loe itu adalah mendidiknya supaya bisa jadi anak soleh."

Gila mulus banget hati dan pikiran gue sampe bisa mikir begitu. Kata siapa? Ada ajah tau godaannya, bahkan sampai detik ini. Gue gak mau munafik dengan bilang gak pengen punya rumah bagus, mobil, bisa makan enak, pakai baju kece, jalan-jalan, dst...dst... Manusiawi lagi ingin itu semua apalagi di era medosos yang banyak mamerin gaya hidup orang lain.

Sekarang gue pasrah. Job mendongeng gue terima dengan syarat dan ketentuan berlaku. Misal harus weekend agar Umaro ada ayahro yang menemani, dsb. Yang pasti yang paling utama adalah izin suami.

Gue yakin Allah sudah mengatur rezeki setiap orang dengan cara yang luar biasa.

Oh iya, please yang bilang "Daripada nganggur cuma jadi ibu rumah tangga..." stop judge like that. Jadi ibu rumah tangga itu gak ada kata nganggur, apalagi sepaket dengan krucil-krucilnya.

Rabu, 02 November 2016

Ta'aruf Yang Berujung Teror

21.58.00 9 Comments

Salam hormat kepada para jombloers semua. Jangan sedih kalau jodohmu belum datang. Gue ajah menjomblo selama 25 tahun, akhirnya bisa menikah hehehe (bukan pamer yak kwkwkwkw)

Bagi gue untuk bisa menuju pelaminan, masalahnya bukan cuma calonnya yang belum ada. Tapi, juga restu dari Ortu (emak khususnya) yang request-nya macem-macem. Harus satu suku lah, harus mapan lah, harus ini dan itu dan masih banyak lagi. Belum lagi status gue waktu itu masih jadi mahasiswa. Cita-cita terbesar emak waktu itu adalah anak-anaknya bisa jadi PNS/Pegawai. Trus bisa dapet suami yang pegawai juga. Tapi setelah dipikir-pikir susah kali kalau dapet jodoh satu kantor, yang ada salah satunya biasanya diminta melepaskan jabatan.

Oh iya, dari awal gue emang gak pengen pacaran. Meski sempet punya TTM-an baik nyata maupun Maya (aduh sumpah jangan ditiru yak). Dan karena keseringan jadi tempat curhat temen-temen cowok yang galau pacarnya di mana-mana gue putuskan bahwa kelak laki-laki yang mau serius sama gue akan datang langsung ke orangtua gue melamar. Klo dipikir-pikir sapa gue yak, cakep kagak punya standart begitu kwkwkw. Tapi gak papa itu namanya cita-cita.

Nah kalau gak punya pacar trus gimana cara biar bisa ketemu sama jodoh? Ta'aruf laaaaah...

Eh gue pernah loh ada pada masa hopeless apalagi setelah baca novel "Bidadari-Bidadari Surga" gue pasrah sama Allah. Katanya setiap orang diciptakan berpasang-pasangan, namun nyatanya ada ajah yang sudah meninggal sebelum menikah. Jadi gue pasrah se-pasrah pasrahnya. Tapi tetep ikhtiar dengan pakai jurus "mepet-mepet" segala potensi.

Entah berapa "proposal cinta" sudah gue send ke teman-teman untuk ikhtiar. Sampai suatu hari iseng ngomong sama mba Galuh, "Mba, entah kenapa gue kok mendadak yakin bisa menikah tahun ini (2014) trus tinggal di Depok" yang langsung di aamiinkan sama sohib gue itu.

Gak tahunya 3 hari kemudian mba Galuh nawarin gue Ta'aruf sama seseorang. "Pit, gue rasa ini jawaban dari keyakinan loe tempo hari." Ternyata laki-laki yang mengajukan diri tersebut merupakan refrensi dari guru ngaji tahsin yang waktu itu kami undang untuk mengajari kami di TBM Rumah Cahaya FLP Depok.

Oke langkah pertama yang gue lakukan setelah bertukar "proposal cinta" adalah meminta izin ortu (terutama Emak). Rupanya emak merasa berat, karena si pria berdarah blasteran (Jawa-Betawi). Sedangkan request emak adalah Jawa tulen. Gue sedikit melobi dengan bilang, "siapa tahu Mak jodoh pita bukan orang jawa". Tapi rupanya sampai detik akhir emak masih berat.

Meski belum mengantongi restu, namanya ta'aruf kan kita coba penjajakan dulu ya. So gak ada alasan gue untuk tidak berkomunikasi dengan pria itu. Tapi ternyata kami memiliki persepsi berbeda soal ta'aruf dan gue mulai merasa gak nyaman.

Pertama, pria itu mulai menuliskan kata-kata pujian berlebihan terhadap gue padahal kami belum pernah ketemu. Pria itu juga mengucapkan terima kasih sudah menerima dia apa adanya. Dari sms-sms nya seolah-olah kami sudah "jadian" yang kemudian gue tegaskan kalau kami masih penjajakan. Ta'aruf gak mesti pasti jadi Bos! Dan kalau gak salah ingat memang ada satu sms nya yang mengklaim kalau kami sudah jadian. What?! Hello... Loe ngerti konsep Ta'aruf gak sih?!

Kedua, orangnya maksa banget. Kebetulan gue ikut liburan ke Singapore dari kantor. Bo, itu sms dari luar negeri pan mahal ye. Pulsa gue habis donk buat sms. Gue udah izin tidak bisa membalas sms karena sedang di luar kota (ceritanya gak mau sombong jadi bohong dikit). Tapi karena kekeuh sms terus gue bilang ajah jujur lagi di luar negeri, sms-an mahal pulsa sekarat. Eh tau-tau pria itu ngisiin gue pulsa. Yang dengan tegas gue klariikasi itu gak perlu karena gue belum jadi siapa-siapa. Dan yaelah pulsanya juga cuma cukup buat bales 3x sms dia doank sih.

Ketiga, selain memuji berlebihan yang puncaknya adalah tau-tau dia say "I Love U". Kita belum pernah ketemu dan doi kok bisa-bisanya bilang gitu?? So Fix gue akhirnya bilang baik-baik ke perantara gue (yaitu Ustadzah) gue membatalkan proses ini. Sambil menunjukkan sms-sms yang berlebihan sebagai alasan terkuat agar ustadzah tidak tersinggung.

Yang gue kaget ternyata ustadzahnya juga minta maaf, karena ternyata pria yang dikenalkan ke gue terlalu agresif. Pernah suatu ketika si pria ini mendatangi masjid tempat ustadzah sedang pengajian dan berharap ada gue. Padahal gue kan ngajinya gak disitu. Trus dengan exited nanya ke ustadzah kira-kira kasih kado apa ya ke gue yang bentar lagi ultah. Sama ustadzahnya di nasehatin gak usah macem-macem. Gue belum jadi siapa-siapanya, dan mending kalau ada rezeki ditabung untuk biaya nikah atau mahar.

Ustadzahnya juga minta maaf, karena ternyata beliau sebetulnya tidak mengenal pria ini secara personal. Pria ini datang kepada ustadzah atas refrensi kawannya yang sukses bertemu jodohnya lewat ustadzah ini. Di sini gue agak kecewa. Memang seharusnya, etika dalam menjadi comblang setidaknya kita sudah mengenal baik orang yang akan dikenalkan. Sehingga bisa secara proporsional memberikan gambaran kekurangan dan kelebihan agar tidak bagai "menjual" kucing dalam karung.

Dan orang yang paling lega dan bahagia mendengar kabar ini adalah Emak dan kakak ipar gue. Emak langsung mengucap syukur dengan terbata-bata (waktu itu kena gangguan syaraf ringan) katanya emak gak tenang selama gue menjalani proses ini. Duh Mak feelingnya kuat banget sih, iya emang gue gak tenang bangeeeets.

Kakak ipar gue yang emang ustadz juga sempat mendiskusikan pekerjaan pria ini yang bekerja di toko elektronik yang sistemnya kredit. "Pikir lagi pit, kasihan anak-anakmu dikasih nafkah dari uang riba".

Setelah berakhirnya proses itu gue kira gue bisa melanjutkan kehidupan normal gue. Sebaliknya, gue mulai mendapatkan teror dari si pria. Dia gak terima kalau gue memutuskan dia sepihak (kita ta'aruf bukan jadian!). Sudah dengan kalimat penuh santun dan tertata rapi gue jelaskan baik-baik tapi si pria itu tetap marah lewat sms (telpon gue reject karena males).

Trus dia ngungkit-ngungkit pulsa. Ya ampuuun gue cuma di beliin pulsa 50rb terus itu artinya gue jadi milik lo? Belum lagi dia menghina gue lewat sms-smsnya. Katanya gue gak seperti yang dia bayangkan, gue adalah perempuan munafik, jauh berbeda dengan apa yang gue tulis. Laaaah emang gue nulis apaan? Gue nulis padahal gak muluk-muluk, insya Allah apa adanya.

Belum lagi dia menuduh penolakan gue karena kekurangannya. Katanya gue nolak dia karena dia miskin. Gaji cuma 1,6 perbulan dan cuma bisa kasih 3jt buat pernikahan dan mahar. Alamaaaaak... padahal dari awal gue bahkan gak keberatan dengan harapan dia yang ingin punya isteri juga bekerja untuk membantu rumah tangga nanti. Bukan materi alesannya.

Dan setiap hari, sehari lebih dari 5x sms gue terima isinya makian dan hinaan. Berhubung rumah dia di depok dan gak jauh dari Rumah Cahaya gue sampai takut ke depok lagi. Gue ngeri kalau tiba-tiba si pria muncul (emang agresif banget sih). Pasalnya gue tulis di profil aktifitas gue di Rumah Cahaya, kalau dia "pinter" bisa googling dan dapetlah alamat rumcay. Udah gitu gue gak begitu paham wajahnya, karena dia print profilnya dengan tinta printer sekarat jadi foto kurang jelas (aduh niat gak sih bikin profil).

Gue saking takut dan paranoidnya sampai nyiapin semprotan merica di tas. Tadinya mau beli stuntgun ternyata lumayan mihil. Setiap lewat jalan rumahnya yang merupakan rute menuju rumcay gue gemeteran dan keringet dingin. Atau lewat margonda dan gue menghindari ke ITC Depok karena kantornya di seberangnya, seluruh tubuh gue gemeter ketakutan. Gue takut si pria itu orang yang nekat.

Tapi alhamdulillah, selang sebulan trauma gue itu bisa hilang karena suport orang-orang terdekat. Dan bahkan gue dipertemukan dengan pria yang sekarang jadi suami dan ayah dari anak gue. Cieeeee...

So saran gue buat yang mau ta'aruf, beberapa point ini harus diperhatikan baik-baik:

  1. Pastikan yang jadi perantara kamu adalah orang yang memang kenal sama yang di referensikan
  2. Pastikan dulu soal agamanya (terutama solatnya)
  3. Minta restu dulu sama orangtua klo di acc baru lanjut (menurut gue ridho ortu nomor satu)
  4. Kepo-in doi lewat orang terdekatnya (keluarga, sahabat, dll) juga dari sosial medianya. HRD ajah ngecek medsos pelamar kerja loh hihihi
  5. Meski di kejar "deadline" jangan maksain diri. Jodoh itu unik, di paksakan kayak apa juga kita gak bisa nolak ataupun nerima.
  6. Istikharah, biarkan Allah yang memberikan petunjuk.