Follow Us @curhatdecom

Kamis, 03 November 2016

Suamiku Kutitipkan Nafkah Keluarga Padamu


Sebelum gue mulai curhat, gue mau sampaikan dulu bahwa tulisan ini gak di maksudkan memojokkan isteri dari dari sudut pandang manapun. Mau jadi full wife (full Mother) atau disambi sebagai wanita karir itu pilihan masing-masing ya. Dalam pandangan gue, posisi paling ideal buat diri gue sendiri adalah menjalani peran full wife and full Mom.

Gue bukan belum pernah jadi wanita karir loh. Gue tahu kenikmatan memiliki penghasilan sendiri. Rasanya bebas mau diapain itu duit. Namun sejak ikut suami merantau, bagi gue kehidupan bener-bener kayak pertamax yang dimulai dari nol.
Dari sini langkah sebagai "Kita" dimulai...

Dulu di Jakarta karir sebagai pendongeng lumayan lah bisa buat menghidupi dan melayani gaya hidup ala ibu kota. Di tempat yang baru ini, semula gue kira akan tetap bisa beraktifitas sebagai pendongeng. Tapi rupanya minat dongeng disini tidak seantusias di Jakarta terutama untuk fee nya. Belum lagi sekarang ada si Umaro yang gue ngerasa gak rela melewatkan moment-moment tumbuh kembangnya.
Mana rela ngelewatin moment kayak gini...

Gue mau jadi orang yang bercerita tentang tiap perkembangannya, bukan orang yang mendengar cerita tersebut dari orang lain. Tapi asli loh, kangen rasanya punya penghasilan sendiri. Bisa jajan tanpa beban, bisa ngasih orangtua, bisa untuk tabungan pribadi (emang loe bisa nabung pit? hihihi)

Sampai akhirnya gue minta langsung sama Yang Maha Pemberi. "Ya Allah berikanlah kami rezeki yang halal dan berkah." Dalam doa tersebut memang gue gak menjabarkan secara deskripsi rezeki yang seperti apa. Gue cuma ngebayangin adanya tawaran-tawaran dongeng dari perusahaan lokal di sini hihi.

Selama beberapa waktu "harapan" versi gue tidak terwujud. Sampai akhirnya sebulan kemudian suami memberi kabar bahwa SK pengangkatan dari staf menjadi menejer yang di tunggu-tunggu selama tiga tahun akhirnya turun. Selama 3 tahun suami sudah menjalankan tugas sebagai menejer tapi tanpa SK. Sehingga tidak ada yang berubah selain tanggung jawab pekerjaannya.

Tentu saja dengan adanya SK ini, selain status golongan yang berubah ada juga perubahan pada gaji yang alhamdulillah lumayan.

Saat itu gue langsung ngerasa kayak di tampar loh. Kenapa? Sebab gue sempat "marah" kepada Allah. 'Kenapa doaku tidak dikabulkan?' 

Saat suami menyampaikan berita gembira itu gue langsung teringat isi ceramah yang isinya "Tidak ada doa yang tidak dikabulkan oleh Allah. Jika memang doa itu tidak terwujud sebagaimana yang kita inginkan jawabannya hanya dua. Pertama belum waktunya, kedua bisa jadi karena menurut Allah jika terkabul harapan itu tidak membawa kebaikan bagi diri kita. Jadi teruslah ber husnudhan kepada Allah."
kapan dongeng lagi ya?

Jleb...jleb...jleb... padahal itu isi ceramah gue denger udah lama banget. Kenapa tiba-tiba bisa inget di moment yang tepat? Ya mungkin itu cara Allah mengingatkan hambanya yang khilaf ya.

Kejadian itupun membuat gue berpikir kembali. Mau kerja buat apa? Memenuhi kebutuhan atau keinginan? Kebutuhan dunia semata atau kebutuhan akhirat? Kerja biar bisa punya rumah biar gak ngontrak, apakah ada larangan dalam Islam untuk ngontrak? Yang ada larangan untuk menjauhi Riba (membeli rumah dengan cara kredit KPR. Astagfirullah semoga gue dan suami bisa segera melunasinya).

Kerja biar bisa punya mobil biar gak kehujanan di jalan, memangnya dalam Islam wajib punya mobil? Yang wajib itu kalau punya uang adalah pergi Haji. Dan seterusnya... dan seterusnya...

Dalam hati gue memaki diri sendiri:

"Pit, dunia ini gak akan habis di kejar. Tanggung jawab loe bukan ngasih Umaro tempat tinggal mewah, fasilitas lengkap, mobil yang nyaman, liburan ala artis dst... dst... Tanggung jawab loe ke anak kecil yang brojol dari rahim loe itu adalah mendidiknya supaya bisa jadi anak soleh."

Gila mulus banget hati dan pikiran gue sampe bisa mikir begitu. Kata siapa? Ada ajah tau godaannya, bahkan sampai detik ini. Gue gak mau munafik dengan bilang gak pengen punya rumah bagus, mobil, bisa makan enak, pakai baju kece, jalan-jalan, dst...dst... Manusiawi lagi ingin itu semua apalagi di era medosos yang banyak mamerin gaya hidup orang lain.

Sekarang gue pasrah. Job mendongeng gue terima dengan syarat dan ketentuan berlaku. Misal harus weekend agar Umaro ada ayahro yang menemani, dsb. Yang pasti yang paling utama adalah izin suami.

Gue yakin Allah sudah mengatur rezeki setiap orang dengan cara yang luar biasa.

Oh iya, please yang bilang "Daripada nganggur cuma jadi ibu rumah tangga..." stop judge like that. Jadi ibu rumah tangga itu gak ada kata nganggur, apalagi sepaket dengan krucil-krucilnya.

6 komentar:

  1. Nyari duitnya bisa nyambi nulis di blog juga Mba', jadi masih bisa di rumah sambil mantau si kecil, hehe.
    Semangat!! :)

    BalasHapus
  2. Yuhhhu, yang bilang gitu coba yuk duduk bareng. Kita ngopi cantik, sembari menyaksikan pekerjaan ibu rumah tangga yang justru ga ada habis-habisnya kekekek

    BalasHapus
  3. Haji yg utama mak. Penting banget daftar nomor dulu, lain2 gampang belakangan. Dulu krn sering pindah2 kota, kami alpa ngurus haji. Pas sudah mayan menetap & daftar bbrp tahun lalu trus kaget banget krn antriannya panjang sekali. Sekarang cuma bisa pasrah & berdoa, semoga kuota diperbesar & pengurusnya jujur sesuai urutan, nggak ada yg nyalip.

    BalasHapus
  4. Semangat Mba!! Allah SWT selalu baik dan akan menjamin urusan hamba-Nya, aamiin :)

    BalasHapus
  5. setuju banget dengan temanya, saya sering kasian sama anak yang di asuh dengan baby sister, sebenernya apa2 sih. tapi kalo menurut saya lebih baiknya anak tetap dalam pendidikan dan pengawasan kita

    BalasHapus
  6. Baca judulnya, syahdu banget. Seolah Pita semakin bijak dan dewasa. Saat lihat foto dan baca tulisannya, itulah gaya Pita.

    Pada dasarnya Allah memberikan rezeki yang cukup pada kita. Namun gaya hidup yang terkadang menjadikannya (seolah tidak cukup) ^_^

    BalasHapus