Follow Us @curhatdecom

Senin, 27 April 2020

Jangan Posting Makanan di Media Sosial?


Gambar : Pixabay

Guys... gimana puasa hari ke-4 ini? Masih suka julid? Ups! Atau sudah kembali ke jalan yang benar? (*pertanyaan ini ditujukan buat diri gue sendiri kwkwkwkw)

Ramadhan kali ini menurut kalian berkesan atau sangat tidak berkesan? Secara saat ini kita sedang berpuasa di tengah pandemik covid-19. Tentunya pasti ada yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Semoga kita tetap dalam keadaan bersyukur seperti apapun itu ya.

By the way, gue kali ini mau curhat soal bermedia sosial di masa sekarang ini, terutama soal yang lagi hits yaitu “Postingan Makanan di Media Sosial”. Yes sesuai judul yang pastinya udah kalian baca dan membawa kalian tergerak nge-klik link yang udah gue share kwkwkw.

Jadi beberapa waktu ini lagi heboh banget kan tuh, orang-orang (bahkan ada artis) yang share jangan posting makanan. Karena rasanya tidak empati dengan yang saat ini sedang kesulitan bahkan sampai tidak bisa makan. Bahkan ada orang yang posting curhat, bagaimana anaknya kemudian merengek minta dibelikan makanan tertentu saat melihat gambarnya berseliweran di sosial media. Sedangkan suami beliau sudah lama tidak dapat pemasukan dari ojek online setelah adanya pandemik covid-19 ini. Semoga saat ini Allah masih menjaga keluarga beliau dan keluarga-keluarga lainnya yang kondisinya serupa.

Beberapa hari yang lalu pun, gue mendapatkan teguran dari suami saat meminta (setengah tantrum kwkwkw, yah emang gaya gue didepan suami kan gitu. Manja-manja yang kalau dilihat orang lain langsung bikin pengen muntah kwkwkw) untuk dibelikan lobster. Gara-garanya ada temen gue yang share di Ig Story baru dapat lobster dari temannya.

Ya Allah...seumur-umur gue tuh belum pernah makan lobster. Udah mana beberapa hari ini tayangan tentang lobster seliweran terus guys di timeline gue. Entah itu Baim Wong yang dapat lobster usia 30 tahun (wew beda setahun gue sama lobster umurnya kwkwkwkw), Zaskia sungkar yang masak lobster, content creator di luar negeri pada mukbang pake lobster. Ditambah temen gue gimana gak kepingin tuh gue kwkwkw. Kenapa gue berani merajuk, karena katanya lagi murah karena gak lagi susah ekspor saat ini. Kan aji mumpung tuh buat nyoba.

Tapi kemudian suami gue negur dengan gaya khasnya yang lempeng, “tuh kan Bunda, orang tuh jadi kepingin kalau lihat postingan makanan. Gimana kalau mereka gak mampu. Kasihan kan...” mungkin ini maksudnya menegur isteri secara soft selling karena doyan share gambar hasil dapur di sosmed *plak. Dan tantrum pun berubah jadi manyun kwkwkw

Semua Punya Sudut Pandang Berbeda

Buat gue pribadi, memposting foto makanan bukan lantaran mau pamer kekayaan karena bisa makan ini dan itu. Tapi lebih karena mau pamer skill baru hasil mencoba resep ini itu (Lah pegimane sih intinya mah tetep pamer yak?!) Dan barangkali kedepannya bisa jadi produk jualan baru hihihi (otak sensing, harap maklum)

 Kalau ada yang minta resep kalau gue dapat dari orang lain biasanya akan gue kasih sih. Kalaupun gue gak langsung kasih itu mohon sabar, karena mau gue jadikan konten di IG, Blog ataupun di Youtube kwkwkw. Bagaiamana pun gue kan juga butuh mengisi konten-konten gue. Yah intinya gue tetep share yekaaaan.

Tapi kalau hasil formula sendiri dan mau gue jadiin jualan ya monmaap gak gue kasih ya guys kwkwkw.

Tapi ini memang menarik sih ya, kalau membahas tentang sudut pandang masing-masing yah gak akan ada titik temunya. Yah namanya juga hidup, pasti ada pro kontra. Namanya juga dunia yang bagai panggung sandiwara (stop! Kalau diteruskan gue bisa nyanyi)

Gue sendiri sebagai content creator (ngakunya sih gitu, tapi bikin konten masih tergantung mood kwkwkw) jika ada teman yang posting sesuatu akan lihat dari sudut pandang proses kreatifnya. Bukan dari sudut pandang apa yang dia miliki gue gak (aduhai bijak beut gue. Coba tiap hari begini hahaha)

Misal gue nonton youtube, gue akan tertarik mengamati kontennya menarik atau gak, orisinil atau gak, karakter kontennya, karakter editingnya dsb. Sama halnya ketika ada orang upload makanan, terlebih teman-teman yang memang fokus di konten makanan. Gue akan lihat resepnya yang dibagikan, kira-kira gue bisa gak, bahannya ada gak, mudah gak dicari. Trus gue akan perhatikan teknik fotonya, wadah yang dipakai, alas foto, properti, pencahayaan dsb.

Bahkan ketika gue blog walking (Baca-baca blog orang), selain isi gue juga akan mengamati karakter penulisannya utuk dipelajari. Pokoknya jangan berhenti belajarlah gitu maksudnya.

Tapi memang kita jangan menutup mata. Kalau ada juga sudut pandang lain yang ingin memiliki namun tak memiliki kemampuan. Kalau orang dewasa insyaallah udah lebih wise lah ya. Kalau anak-anak? Mungkin saatnya kita mengedukasi agar mereka paham bahwa tidak semua yang diinginkan harus terealisasikan. Bagaimana dengan orang dewasa yang kekanak-kanakan?? Yah itu mah bakalan jadi PR banyak orang hihihi.

Intinya mah jangan sampai kita julid sama orang lain. Tau julid kan? Coba buka KBBI, biar tahu bedanya mudik sama pulang kampung. Eh maksudnya tahu artinya julid. Kalau gak ada baru tanya gue.

Tapi kalau penyakitnya udah julid mah iya atuh susah. Orang upload makanan, di-julid-in. Orang gak upload makanan di-julid-in. Orang gak upload apa-apa juga bahkan kena di-julid-in hahahaha.

Tahan Jari Jika tidak Memberikan Manfaat

Salah satu hobi gue adalah kalau lagi berselancar di dunia maya adalah membaca komen yang ada. Entah itu nonton youtube, lihat facebook. Cuma Instagram aja gue lebih suka menikmati gambar dan baca caption. Dari komentar-komentar itulah gue belajar kalau “yes true ada sudut pandang lain loh. Gak Cuma isi kepala lo yang maha benar di dunia ini.”

Belajar empati tidak harus dengan berada diposisi yang sama. Karena tentu saja meski kejadiannya serupa tapi dengan kondisi yang berbeda impact-nya akan berbeda. So dari bahasan-bahasan “Jangan posting makanan di media sosial” gue belajar untuk tidak memberi makan egois. Gue sering loh mau posting sesuatu, udah nulis caption panjang eh gak jadi gue post.

Karena gue bertanya, kira-kira postingn gue ini berfaedah gak ya. Kira-kira malah akan menyebabkan keributan yang pro ini itu gak ya. Atau ... yah kadang kelepasan juga sih hahaha. Kita memang tidak pernah bisa membuat semua orang bahagia.

Cuma ya, jangan juga lah semua yang posting makanan dianggap gak toleransi. Terus yang jualan makanan mereka kudu posting piring kosong kayak indomie seleraku gitu? (bukan iklan ya hihihi). Semoga semua orang bisa dewasa dan bijak untuk saling menyikapi.

By the way, tulisan ini bukan untuk menghakimi orang lain ya. Tapi sekedar curhat, dan suatu hari bisa jadi pengingat diri gue sendiri kalau udah mulai eror. Mohon maaf lahir batin meski lebaran masih lama. Kekurangan datangnya dari gue, kesempurnaan hanya milik Allah. Sampai jumpa kembali di tulisan gue selanjutnya (kalau lagi gak males)


1 komentar:

  1. Yg mau post makanan ya udah terserah. Asal nanti klo ketemuan kita2 dikasih icip2 juga dong. Hehe.. akorrr? (Bahasa palembang setuju?, Red-)

    BalasHapus