Gambar : Pixabay |
Guys... gimana puasa hari ke-4 ini? Masih suka julid? Ups! Atau
sudah kembali ke jalan yang benar? (*pertanyaan ini ditujukan buat diri gue
sendiri kwkwkwkw)
Ramadhan kali ini menurut kalian berkesan atau sangat tidak
berkesan? Secara saat ini kita sedang berpuasa di tengah pandemik covid-19.
Tentunya pasti ada yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Semoga kita
tetap dalam keadaan bersyukur seperti apapun itu ya.
By the way, gue
kali ini mau curhat soal bermedia sosial di masa sekarang ini, terutama soal
yang lagi hits yaitu “Postingan Makanan di Media Sosial”. Yes sesuai judul yang
pastinya udah kalian baca dan membawa kalian tergerak nge-klik link yang udah
gue share kwkwkw.
Jadi beberapa waktu ini lagi heboh banget kan tuh,
orang-orang (bahkan ada artis) yang share jangan posting makanan. Karena rasanya
tidak empati dengan yang saat ini sedang kesulitan bahkan sampai tidak bisa
makan. Bahkan ada orang yang posting curhat, bagaimana anaknya kemudian
merengek minta dibelikan makanan tertentu saat melihat gambarnya berseliweran
di sosial media. Sedangkan suami beliau sudah lama tidak dapat pemasukan dari
ojek online setelah adanya pandemik covid-19 ini. Semoga saat ini Allah masih
menjaga keluarga beliau dan keluarga-keluarga lainnya yang kondisinya serupa.
Beberapa hari yang lalu pun, gue mendapatkan teguran dari
suami saat meminta (setengah tantrum kwkwkw, yah emang gaya gue didepan suami
kan gitu. Manja-manja yang kalau dilihat orang lain langsung bikin pengen
muntah kwkwkw) untuk dibelikan lobster. Gara-garanya ada temen gue yang share
di Ig Story baru dapat lobster dari temannya.
Ya Allah...seumur-umur gue tuh belum pernah makan lobster.
Udah mana beberapa hari ini tayangan tentang lobster seliweran terus guys di
timeline gue. Entah itu Baim Wong yang dapat lobster usia 30 tahun (wew beda
setahun gue sama lobster umurnya kwkwkwkw), Zaskia sungkar yang masak lobster, content creator di luar negeri pada
mukbang pake lobster. Ditambah temen gue gimana gak kepingin tuh gue kwkwkw.
Kenapa gue berani merajuk, karena katanya lagi murah karena gak lagi susah
ekspor saat ini. Kan aji mumpung tuh buat nyoba.
Tapi kemudian suami gue negur dengan gaya khasnya yang
lempeng, “tuh kan Bunda, orang tuh jadi kepingin kalau lihat postingan makanan.
Gimana kalau mereka gak mampu. Kasihan kan...” mungkin ini maksudnya menegur
isteri secara soft selling karena doyan share gambar hasil dapur di sosmed *plak.
Dan tantrum pun berubah jadi manyun kwkwkw
Semua Punya Sudut Pandang Berbeda
Buat gue pribadi, memposting foto makanan bukan lantaran mau
pamer kekayaan karena bisa makan ini dan itu. Tapi lebih karena mau pamer skill
baru hasil mencoba resep ini itu (Lah pegimane sih intinya mah tetep pamer
yak?!) Dan barangkali kedepannya bisa jadi produk jualan baru hihihi (otak
sensing, harap maklum)
Kalau ada yang minta
resep kalau gue dapat dari orang lain biasanya akan gue kasih sih. Kalaupun gue
gak langsung kasih itu mohon sabar, karena mau gue jadikan konten di IG, Blog ataupun
di Youtube kwkwkw. Bagaiamana pun gue kan juga butuh mengisi konten-konten gue.
Yah intinya gue tetep share yekaaaan.
Tapi kalau hasil formula sendiri dan mau gue jadiin jualan
ya monmaap gak gue kasih ya guys
kwkwkw.
Tapi ini memang menarik sih ya, kalau membahas tentang sudut
pandang masing-masing yah gak akan ada titik temunya. Yah namanya juga hidup,
pasti ada pro kontra. Namanya juga dunia yang bagai panggung sandiwara (stop! Kalau
diteruskan gue bisa nyanyi)
Gue sendiri sebagai content
creator (ngakunya sih gitu, tapi bikin konten masih tergantung mood kwkwkw)
jika ada teman yang posting sesuatu akan lihat dari sudut pandang proses
kreatifnya. Bukan dari sudut pandang apa yang dia miliki gue gak (aduhai bijak beut gue. Coba tiap hari begini hahaha)
Misal gue nonton youtube, gue akan tertarik mengamati kontennya
menarik atau gak, orisinil atau gak, karakter kontennya, karakter editingnya
dsb. Sama halnya ketika ada orang upload makanan, terlebih teman-teman yang
memang fokus di konten makanan. Gue akan lihat resepnya yang dibagikan,
kira-kira gue bisa gak, bahannya ada gak, mudah gak dicari. Trus gue akan
perhatikan teknik fotonya, wadah yang dipakai, alas foto, properti, pencahayaan
dsb.
Bahkan ketika gue blog
walking (Baca-baca blog orang), selain isi gue juga akan mengamati karakter
penulisannya utuk dipelajari. Pokoknya jangan berhenti belajarlah gitu
maksudnya.
Tapi memang kita jangan menutup mata. Kalau ada juga sudut
pandang lain yang ingin memiliki namun tak memiliki kemampuan. Kalau orang
dewasa insyaallah udah lebih wise lah ya. Kalau anak-anak? Mungkin
saatnya kita mengedukasi agar mereka paham bahwa tidak semua yang diinginkan
harus terealisasikan. Bagaimana dengan orang dewasa yang kekanak-kanakan?? Yah
itu mah bakalan jadi PR banyak orang hihihi.
Intinya mah jangan sampai kita julid sama orang lain. Tau
julid kan? Coba buka KBBI, biar tahu bedanya mudik sama pulang kampung. Eh
maksudnya tahu artinya julid. Kalau gak ada baru tanya gue.
Tapi kalau penyakitnya udah julid mah iya atuh susah. Orang
upload makanan, di-julid-in. Orang gak upload makanan di-julid-in. Orang gak
upload apa-apa juga bahkan kena di-julid-in hahahaha.
Tahan Jari Jika tidak Memberikan Manfaat
Salah satu hobi gue adalah kalau lagi berselancar di dunia
maya adalah membaca komen yang ada. Entah itu nonton youtube, lihat facebook.
Cuma Instagram aja gue lebih suka menikmati gambar dan baca caption. Dari
komentar-komentar itulah gue belajar kalau “yes
true ada sudut pandang lain loh. Gak Cuma isi kepala lo yang maha benar di
dunia ini.”
Belajar empati tidak harus dengan berada diposisi yang sama.
Karena tentu saja meski kejadiannya serupa tapi dengan kondisi yang berbeda impact-nya akan berbeda. So dari bahasan-bahasan
“Jangan posting makanan di media sosial” gue belajar untuk tidak memberi makan
egois. Gue sering loh mau posting sesuatu, udah nulis caption panjang eh gak
jadi gue post.
Karena gue bertanya, kira-kira postingn gue ini berfaedah
gak ya. Kira-kira malah akan menyebabkan keributan yang pro ini itu gak ya.
Atau ... yah kadang kelepasan juga sih hahaha. Kita memang tidak pernah bisa
membuat semua orang bahagia.
Cuma ya, jangan juga lah semua yang posting makanan dianggap
gak toleransi. Terus yang jualan makanan mereka kudu posting piring kosong
kayak indomie seleraku gitu? (bukan iklan ya hihihi). Semoga semua orang bisa
dewasa dan bijak untuk saling menyikapi.
By the way,
tulisan ini bukan untuk menghakimi orang lain ya. Tapi sekedar curhat, dan
suatu hari bisa jadi pengingat diri gue sendiri kalau udah mulai eror. Mohon
maaf lahir batin meski lebaran masih lama. Kekurangan datangnya dari gue,
kesempurnaan hanya milik Allah. Sampai jumpa kembali di tulisan gue selanjutnya
(kalau lagi gak males)
Yg mau post makanan ya udah terserah. Asal nanti klo ketemuan kita2 dikasih icip2 juga dong. Hehe.. akorrr? (Bahasa palembang setuju?, Red-)
BalasHapus